Kisah Para Penghafal Al-Qur’an Selamat dari Tsunami

HPK taruh disini


ACHYAR baru saja merebahkan dirinya untuk tidur, tiba-tiba dentuman keras terdengar seakan begitu dekat. “Boooooooooommm!!!”. Ia bangkit, tak lama kemudian keluar kamar.
Di luar, ia mendapati anak-anak didiknya tengah dilanda kepanikan. Rupanya mereka menyaksikan gelombang besar dari laut sedang mengarah ke Villa Umbul Tanjung Resort di Desa Umbul Tanjung, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten.
Malam itu, Sabtu (22/12/2018) tragedi tsunami melanda Umbul Tanjung dan desa-desa di sekitarnya, bahkan sampai Kabupaten Pandeglang serta tiga kabupaten di Pulau Sumatera; Lampung Selatan, Tanggamus, dan Pesawaran.
Tsunami itu dipicu erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, yang materialnya longsor ke bawah laut. Data sementara BNPB hingga Rabu (26/12/2018), bencana menelan korban 430 orang tewas, 1.495 luka-luka, 159 hilang, dan beratus-ratus bangunan rusak termasuk villa yang berjamur di pesisir Banten.
Tapi ajaib! Villa Umbul Tanjung Resort tak disentuh gelombang tsunami. Mengapa demikian? Siapa penghuni villa itu?
Mereka adalah para santri dan ustadz-ustadzah dari pesantren Nurul Fikri Boarding School Serang. Sejak tanggal 18 November lalu, mereka mengadakan kegiatan tahunan, Qur’an Camp di villa itu. Fokus utamanya menghafal Al-Qur’an.
Rutinitas harian mereka di villa diawali dengan shalat tahajud pada pagi dinihari. Usai shalat subuh berjamaah, kegiatan menghafal Al-Qur’an dilakukan sampai pukul 07.30 WIB. Dilanjutkan apel lalu istirahat. Pada pukul 10.00 WIB, mereka belajar bahasa Arab, Hadits, fiqih, dan sebagainya. Dilanjutkan istirahat. Usai shalat zuhur dan makan siang, para santri belajar lagi, kemudian menghafal Al-Qur’an. Usai ashar berolahraga. Bakda maghrib kembali menghafalkan kitab suci. Selepas isya, dilakukan evaluasi.

Detik-detik Kejadian
“Boooomm!”
Sabtu itu, rutinitas bersama Al-Qur’an berlangsung sebagaimana biasanya. Para santri dan santriwati, berjumlah total 55 orang, menyetorkan hafalannya diiringi dentuman dan getaran dari erupsi Gunung Anak Krakatau yang cukup terasa.
Sekitar pukul 21.30 WIB setelah para santri selesai beraktivitas, tiba-tiba mereka mendengar suara gemuruh yang sangat besar. Lalu santri-santri berhamburan, berlari dari arah villa belakang, sebab mereka melihat ombak besar sudah sampai ke dekat tembok pembatas resort. Salah seorang pembimbing bahkan sempat lari melihat ancaman bencana di depan mata.
“Ombak gede banget,” tutur Jasir, salah seorang santri seperti ditirukan Achyar.
Achyar sempat merasa tsunami sudah menghantam villanya. Ia pun bergegas ke kamar, bermaksud mengamankan barang-barang penting seperti ijazah, paspor, laptop, dan lain sebagainya. Sampai di kamar ternyata keadaan baik-baik aja, seperti tidak terjadi apa-apa. Kepanikan itu hilang, berganti perasaan tenang mengetahui kondisi yang aman.
Usai itu, datang lagi ombak kedua yang lebih besar. “(Tapi) ombaknya terus mengecil gitu begitu dekat villa,” tutur Achyar yang pada 26 Desember 2004 silam juga selamat dari tsunami yang menghantam kampungnya di Aceh setelah sebelumnya ia memilih pindah tinggal ke pesantren jauh dari kampungnya.
Setelah gelombang tsunami Selat Sunda berlalu, suasana agak santai di villa. Para santri dan ustadz-ustadzah berkumpul di mushalla villa, mereka terus berdzikir dan tetap bertilawah, sambil berkoordinasi. Tapi sebagian masih khawatir adanya tsunami susulan. Sejumlah santri pun menghubungi orangtuanya lewat telepon. Sebagian lainnya terlihat sangat tenang.
Sempat ada orangtua santri –yang menginap di villa itu– sebelum kejadian berkeinginan untuk pergi ke laut. “Tadinya dia lima menit lagi mau mancing,” tutur Achyar, tapi bencana keburu datang, orangtua santri itu nyaris jadi korban.
“Orangtua ini nelpon ke BMKG Serang, kata BMKG (kejadian) ini enggak potensi tsunami, hanya air pasang karena bulan purnama,” tuturnya. Namun, informasi di media sosial mereka dapatkan bahwa warga sekitar telah mengungsi.
Akhirnya, setelah berkoordinasi, para pembimbing pun sepakat untuk segera mengevakuasi para hafizh-hafizhah itu ke tempat aman.
Pengelola resort menyampaikan kesiapan mereka membantu evakuasi ke daerah yang lebih tinggi, menggunakan lima mobil yang ada, termasuk mobil tamu yang berniat menginap di villa.
Sebelum prosesi evakuasi, Achyar bersama satu rekannya keluar villa untuk mengecek keadaan dengan sepeda motor. Masya Allah, ternyata sekitar villa mereka itu sudah berantakan dihantam tsunami barusan.
Villa tersebut cukup dekat dari bibir pantai, diperkirakan 10 meter. “Itu deket banget,” akunya. Setelah tembok di bagian belakang villa, terdapat tanah yang cukup jadi lapangan futsal, lalu bibir pantai. Secara logika, melihat kerusakan di sekitar, seharusnya villa itu juga dihantam tsunami.
Villa Umbul Tanjung Resort terletak menyendiri, cukup jauh dari villa-vila lainnya. Kawasan sekitar villa itu tersapu tsunami, pemandangan yang kontras dengan kompleks “villa penghafal Al-Qur’an” yang selamat dari tsunami itu.
Di sebelah villa, bekas tsunami terlihat sampai ke jalanan yang juga jalanan menuju Villa Umbul Tanjung Resort. Ada saung yang terletak di depan luar kompleks villa sampai terlempar ke villa. “Di tempat lain air (tsunami) sampai ke jalan, di tempat kita malah enggak kena,” sebut Achyar.
Ia juga melihat pada sebuah jembatan 300-an meter dari villa, air laut masih pasang dengan arus kencang. Tampak perahu-perahu saling bertabrakan, retak-retak. Jalanan di sekitar situ dipenuhi batu-batu yang dibawa gelombang tsunami. Mobil sulit lewat.
Suasana jalan raya 300 meter sebelum Villa Umbul Tanjung Resort, usai kejadian tsunami pada Sabtu (22/12/2018) malam. [Dok. Achyar]
“Begitu ane lihat seperti ini, kita buru-buru (untuk) evakuasi santri. Padahal kalau melihat keadaan villa tempat kita, rasanya malas aja mau evakuasi, karena enggak ada kerusakan apa-apa di villa kita,” ungkapnya.
Ada keanehan lain dirasakannya saat kejadian. “Ane (saya) merasa semacam ada ketenangan saat itu.” Misalnya, saat mengevakuasi para santri, prosesnya gampang, seperti tidak ada masalah. “Pokoknya kayak enggak ada bencana.”
Bahkan, menariknya, para santri kata dia bukannya trauma pasca kejadian, “mereka malah pengen setoran hafalan,” ujar Achyar yang mengaku di Kompleks Nurul Fikri Jl Palka, Kp Cihideung, Desa Bantar Waru, Kecamatan Cinangka, Serang, sudah sejak 2015 lalu.
Singkat kisah, rombongan Nuruf Fikri itu pun dievakuasi di rumah kades setempat yang posisinya lebih di atas, dengan dua kelompok bergantian. Kemudian mereka bergeser ke pesantren Nuruf Fikri di Jl Palka. “Jam 2.30 (dinihari) kita nyampe sini,” sebut Achyar.

“Dijaga Allah”
Pasca kejadian, Achyar mengumpulkan para santri. Ia menyampaikan hal penting, hikmah yang bisa dipetik dari selamatnya mereka dari tsunami.
“Selama ini saya sering menasihati kalian tentang… keberkahan Al-Qur’an, bagaimana Allah memelihara ahlul Qur’an, bahkan orang sudah meninggal -para penghafal Qur’an- kalau kita lihat banyak di sana mayat-mayatnya yang terjaga sudah 55 tahun ternyata masih utuh,” pesan pria yang pernah lama kuliah di Yaman ini kepada para santri.
Memang, selama ini para santri khususnya setiap apel pagi, selalu diberi nasihat terkait ayat-ayat Al-Qur’an, keutamaan, keberkahan, dan keajaibannya. Mungkin katanya para santri tersebut tidak menyaksikan langsung keajaiban-keajaiban itu selama ini.
“Oleh karena itu, ane kasih tahu, (dengan kejadian) ini mungkin salah satu keajaiban yang Allah perlihatkan kepada kita bahwa ketika kita menjaga kalam-Nya ya, menjaga ayat-ayat Allah, maka Allah akan menjaga kita, baik itu di dunia maupun di akhirat.”
Dengan kejadian selamatnya mereka dari tsunami, “Kali ini Allah langsung nunjukin keajaibannya,” ungkapnya. Menjaga kalam-kalam Allah dengan menghafal Al-Qur’an, telah mengundang datangnya pertolongan tersebut.
Santriwati Nurul Fikri Serang sedang menghafalkan Al-Qur’an pada Qur’an Camp di Villa Umbul Tanjung Resort, Serang, Banten, sebelum kejadian tsunami pada Sabtu (22/12/2018) malam. [Dok. Achyar]
Dari sisi lain, ia memperhatikan adanya perubahan para santri ke arah yang lebih baik setelah menghafalkan Al-Qur’an. Misalnya semakin sopan. Dengan Al-Qur’an pun mereka jadi dewasa. Bahkan, tuturnya, selama di villa tersebut, santri lebih mudah untuk dibangunkan qiyamul lail dibanding sebelumnya.
Para santri yang selamat itu saat ini duduk di kelas X. Selama 1 semester ini mereka difokuskan program menghafal Al-Qur’an. Hafalannya bervariasi. Ada dua santriwati yang sudah selesai daurah. Santri lainnya hafal 20 juz. “Ada yang 5 juz.” Targetnya semua santri selesai hafalannya.
Omong-omong, pasca kejadian, Qur’an Camp itu lanjut atau berhenti? “Program lanjut lagi,” jelasnya, dijadwalkan sampai 12 Januari 2019.*

close
==[ Klik disini 2X ] [ Close ]==