Muhasabah, Riangkan Hati Ringankan Ibadah

HPK taruh disini


TERKADANG hadir kesadaran di dalam hati bahwa ada banyak kewajiban yang telah lama diabaikan. Misalnya perihal sholat. Kita yang pernah menjalani sholat secara tekun, kemudian meninggalkan, dalam hati pasti ada bisikan, ayo sholat, ayo sholat.

Tetapi karena kecintaan seseorang terhadap sesuatu begitu besar, entah itu tontonan, permainan, atau pun kegiatan, acapkali seruan hati itu diabaikan. Sekalipun hampir setiap saat, suara itu akan terus hadir dan selalu mengingatkan.

Situasi seperti itu, sangat mungkin dialami oleh siapapun. Dan, itu adalah bagian dari fitrah. Oleh karena itu, Islam mendorong kita untuk melakukan yang namanya muhasabah, agar fitrah terjaga, agar hati dalam keriangan dan ringan di dalam menjalankan ketaatan.

Terkait dengan muhasabat ini, Imam Al-Ghazali menjelaskan, “Orang-orang yang memiliki bashirah menyadari bahwa Allah Ta’ala senantiasa mengawasi mereka, sedangkan mereka akan selalu meminta banding atas penghisaban-Nya.

Mereka juga sangat memahami bahwa mereka tidak akan selamat dari kekeliruan ini kecuali dengan melanggengkan muhasabah, muraqabah, dan mengevaluasi diri atas setiap nafas dan gerak.

Maka, barang siapa menghisab dirinya sebelum mengalami penghisaban, kelak pada kiamat hisabnya akan diringankan. Juga akan diberikan jawaban atas setiap ajuan pertanyaan, dan amatlah baik tempat kembalinya.

Dan barangsiapa tidak pernah menghisab dirinya, ia akan sangat menyesal, dan kelak pada hari kiamat akan terus menunggu. Kesalahannya juga akan menyeretnya pada kehinaan dan murka Allah.”

Tidak heran jika Sayyidina Umar pernah berkata, “Hisablah dirimu sebelum dirimu dihisab.”

Secara psikologis, ketika seseorang melakukan evaluasi terhadap amal perbuatannya yang telah berlalu, maka akan timbul rasa malu, menyesal dan merugi, jika yang dilakukan adalah keburukan, kemaksiatan.

Apabila hal itu dilakukan secara terus menerus, kemudian diikuti dengan langkah memperbanyak diri hadir dalam majelis dzikir dan majelis ilmu, sudah tentu, akan hadir keriangan di dalam hati, sehingga bukan lagi perkara sulit bagi diri untuk menjalankan beragam ketaatan yang Allah perintahkan.

Sholat tidak lagi menjadi beban, tetapi kebutuhan hati yang menenangkan dan menyeimbangkan diri di dalam menyikapi segala macam dinamika kehidupan.


Kisah Malik bin Dinar

Seorang murid Hasan Al-Bashri, yang bernama Malik bin Dinar yang dikenal sebagai ahli hadits dan sosok kepercayaan para sahabat Nabi, pernah menuturkan sebagian kisah hidupnya.

“Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zalim, memakan hak manusia, memakan riba dan memukuli manusia.

Kulakukan segala kezaliman, dan tidak ada satu maksiat pun melainkan aku telah melakukannya, sungguh sangat jahat diriku, sehingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku.”

Namun, begitu tersadar dan segera melakukan muhasabah, Malik bin Dinar berubah menjadi sosok yang penuh kecemerlangan di dalam ilmu, ibadah, dan dakwah.

Sejarah mencatat, Malik bin Dinar menjadi bagian dari generasi tabi’in yang sangat dikenal di Basharah. Dengan kata lain, muhasabah bukan saja membuat seseorang bangkit dari keterpurukan, tetapi juga bertransformasi menjadi pribadi yang cerah dan mencerahkan.

Keuntungan Muhasabah

Secara sedehana bisa dipahami sama dengan intropeksi, yaitu seseorang bertanya kepada dirinya sendiri tentang perbuatan yang dia lakukan agar jiwa menjadi tenang, dan memastikan secara gamblang apakah perbuatan yang dilakukan dalam kehidupannya sesuai dengan perintah-perintah Allah Ta’ala.

Lantas apa keuntungan diri kala rutin melakukan muhasabah.

Pertama, berpeluang besar menjadi pribadi yang mendapatkan anugerah sifat-sifat yang baik.

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan besar.” (QS: Fushshilat [41]: 35).



Muhasabah mengajarkan kita perihal ketelitian sekaligus kesabaran dalam menilai diri sendiri, sehingga tidak ada lagi waktu dan energi yang digunakan untuk melakukan hal-hal yang tidak berfaedah, apalagi mengorek kesalahan orang lain.



Kedua, berpeluang besar menjadi pribadi yang memiliki jiwa yang suci.

Muhasabah akan mendorong seseorang terus membersihkan jiwanya. Dan, orang yang mensucikan jiwa Allah menjanjikan keuntungan. Dengan kata lain, muhasabah akan memastikan hidup kita lebih baik, suci dan tenang jiwa kita, dan pada akhirnya mendapatkan keuntungan dari sisi-Nya.

Ketiga, memiliki antusiasme dalam ibadah. Orang yang selalu melakukan muhasabah akan mendorong dirinya sendiri untuk banyak melakukan perbaikan, yang di antaranya diupayakan dengan bersegera melakukan kebaikan-kebaikan.

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَباً وَرَهَباً وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya [21]: 90).*

Sumber
close
==[ Klik disini 2X ] [ Close ]==